Ticker

6/recent/ticker-posts

Menikmati Bukit Sepancong Bengkayang, Negeri Atas Awan Kekinian



Sempat tidak percaya ada tempat sebagus dan se-instagramble di Kalbar. Awalnya, foto-foto dengan hiasan tangan dan pondok kekinian dengan latar awan dan pegunungan diunggah oleh Bang Radit di instagram pribadinya lewat status. Aku yang terlanjur kagum dengan pemandangan itu sontak tak percaya ada tempat seindah itu di tempat kelahiran saya. Biasanya, kalaupun ada bukit ya pasti tidak akan ada tambahan spot foto dan dibiarkan begitu adanya, alam yang tanpa sentuhan apapun. Tapi, kali ini, ada beberapa spot foto yang membuat tempat ini sangat indah, unik dan pertama kali ada di Kalbar. Lalu, rasa tidak percaya itu ditepis dengan kehadiran foto-foto ciamik dari Kak Multi. Ketika new normal berlaku, sebagai kado ulang tahun, Kak Multi di ajak berangkat ke tempat itu bersama teman-teman dan orang terkasihnya. Aku kagum dan kaget ternyata memang itu ada di Kalbar.


Seminggu kemudian, kak Siti juga sudah merilis tulisan beserta foto-foto kerennya yang membuat aku semakin bersemangat untuk melihat langsung bukit yang unik dan instagramable itu. Aku ingin sekali ke tempat yang selama ini membuatku penasaran.

Betul pula saran bang Yohanes di komentar facebookku, katanya perlu ditambahkan sesuatu yang iconic dari Bengkayang supaya ketika melihat lokasi tersebut beredar di medsos, orang langsung tahu kalau lokasi tersebut ada di Kalbar.

Perjalanan Menuju Bukit Sepancong

Akhirnya terpecahkan, tempat tersebut bernama Bukit Sepancong yang terletak di Desa Cipta Karya Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Setelah tau tempatnya, aku mulai mencari informasi lebih rinci bagaimana aksesnya, siapa yang bisa dihubungi kalau mau ke sana sampai kira-kira berapa estimasi biayanya. Nomor kontak bang Hatta sudah didapatkan dan mulailah bertanya banyak hal. Abang ini sangat ramah dan responnya juga cepat sekali sehingga semua kebutuhan informasi tersampaikan dengan lengkap. Saya kemudian mendaftarkan rombongan ke bang Hatta. Hari Jumat, 3 Juli 2020 saya, Tarida, Wildan dan bang Ben berangkat menuju lokasi. Karena dari Pontianak maka akses yang lebih dekat adalah lewat Anjungan dan hanya 3 jam 46 menit saja perjalanan sepeda motor untuk sampai ke tempat tujuan. Pukul 4 sore kami sudah sampai di parkiran sepeda motor. Pukul 4 sore kami tiba dan langsung registrasi lalu siap-siap mendaki, guide sudah siap menemani pendakian kali ini, namanya Raja, si anak super ramah yang masih 11 tahun menggunakan waktu senggangnya untuk mengantar para tamu ke puncak.



Mendaki, banyak sukanya tipis dukanya

Hutan yang asri sudah menunggu untuk dijelajahi. Mulai perjalanan aku diingatkan dengan kebun durian milik bapak di kampung, rasanya hampir sama, banyak bambu dan pohon durian tinggi di sepanjang jalan. Tapi memang dasar kami jarang jalan kaki sehingga perjalanan ini cukup menguras keringat. Tiba di post satu atau taman anggrek, pemandangan di sini sangat bagus tapi belum juga mau istirahat karena memang belum setengah perjalanan, napas udah mulai tak terarah, seperti sedang kejar-kejaran. Semangat para pengejar senja ini tumbang di mulut tanjakan sakit hati. Wildan dan bang Ben mulai terkapar, Wildan ngaku karena perokok jadi tidak kuat atur nafas sedangkan bg Ben katanya faktor U. Sedang aku, Tarida dan Raja sibuk foto-foto karena plang nama di tanjakan sakit hati ini cukup menggelitik. Lelah kubawa naik, turun kubawa rindu.


Kami kira tanjakan ini jaraknya hanya 200 meter saja ternyata nggak. Tanjakan ini bukan bikin sakit hati tapi benar-benar bikin sakit kaki dan napas ngos-ngosan. Rombongan beberapa kali harus berhenti karena memang cukup terjal di sini. Meski begitu, kami harus lanjut, pelan tapi pasti. Tanjakan sakit hati berhasil kami taklukkan, puncak sudah menampakkan diri tapi ada post ketiga di sana. Kami istirahat lagi untuk mengumpulkan tenaga. Jelang magrib kami tiba di puncak dan balik lagi, si cowok kecuali Raja harus istirahat dulu beberapa puluh menit untuk mengembalikan tenaga. Sedang aku, Tarida dan Raja foto-foto dulu dan mencari tempat bangun tenda. Kami memilih tempat paling puncak, tenda didirikan, dan perapian mulai dibuat.


Jelang pukul 7 malam, angin kencang dan sempat kepikiran pindah lokasi tapi tidak jadi. Kami menghabiskan malam yang ternyata di tenda cukup panas meski hujan rintik-rintik. Malam itu tidak bisa tidur nyenyak karena ada tetangga yang ribut sekali, sepertinya mereka tidak tidur semalaman dan suaranya sangat nyaring, sangat menganggu.

Menikmati Negeri Atas Awan

Pukul 5 pagi, awan menyelimuti sekeliling puncak. Rasanya ingin sekali bersenandung di sana tapi masih sejuk sekali dan memutuskan untuk keluar tenda pukul 6 saja. Ketika kami keluar tenda, puncak Bukit Sepancong ini udah mirip kampung, padahal kemarin cuma ada 4 tenda dan sekarang ada sekitar 16 tenda, bertamba 12 dalam waktu kurang dari 24 jam. Awan lalu lalang menyelimuti pegunungan, perpaduan putih dan hijau menjadi sangat cantik sekali. Desiran angin segar membuat pagi kami berbeda dari biasanya. Kali ini, benar-benar berasa pulang kampung, asri dan sejuk sekali, bedanya, ini ada di atas bukit dengan ketinggian 540 Mdpl. 


Bukit Sepancong ini menurutku berbeda dengan beberapa bukit yang pernah aku dakit di Kalbar. Selain alamnya yang memang cantik, pengelola di sini juga membuat spot foto yang instagramable sekali. Ada sepasang telapak tangan yang disiapkan untuk menghasilkan foto terbaik lalu di antara dua telapak tangan, berdiri kokoh pondok kekinian dengan bentuk yang unik. Inilah salahsatu daya tarik yang membuat Bukit Sepancong sangat berbeda. Lalu, ada satu hal yang membuat aku kagum juga, belum pernah ada di atas bukit disediakan toilet tapi di sini ada jadi kita tidak perlu was – was ketika kebelet pipis atau BAB.

Biaya dan Informasi

Untuk ke Bukit Sepancong ini sangat mudah dan murah. Tiket masuk hanya 10.000 per orang dan Parkir Motor hanya 10.000 per motor. Sedangkan kalau mau sewa tour guide kamu hanya cukup membayar 100.000 untuk satu rombongan. Selain itu, kamu juga bisa membayar porter untuk membawa barang bawaan ke atas bukit. Untuk pendaftaran dan informasi lain bisa menghubungi pengelola Bukit Sepancong, 
Bang Hatta (+62 896-2211-9688).

Lalu, kalian juga bisa menyewa pondok yang mirip villa itu, muatnya 8 - 10 orang dan harga sewanya 150.000 per malam. Selain bentuknya unik, kalian dipastikan aman dari hujan dan angin di malam hari.

Bonus, Cerita Waktu Turun

Sepanjang malam memang kawasan Bukit Sepancong di guyur hujan. Itu pula yang membuat awan di pagi hari sangat bagus. Tapi, turun di pagi hari mungkin bukan keputusan yang tepat karena jalan sangat licin. Benar saja, akhirnya kami memilih mencari tongkat dari bambu untuk menahan agar tidak terpeleset. Turunan di kawasan tanjakan sakit hati sungguh menegangkan, meski tidak secapek waktu naik tetapi turun cukup menyita tenaga untuk menahan berat badan.

Di depan kami, ada sepasang pasutri yang juga sedang turun. Umurnya sudah 60 tahun ke atas tetapi romantismenya sungguh luar biasa. Si suami di depan supaya bisa menopang istrinya. Istinya hampir saja terpeleset dan sebagai suami siaga, langsung mengambil tangan istri dan memegang erat. Tarida langsung histeris memanggilnya, foto ayok di foto, katanya. Eh gimana, mana kamera, semua udah di tas. Nanti kalau dikeluarkan terus kita terpeleset lalu rusak.

Wildan bilang. tidak apa-apa foto atau video mereka tidak terabadikan karena kisahnya akan abadi dalam cerita kita. Aku langsung semangat sekali untuk menuliskan kisah yang mengharukan itu. Pengen rasanya, suatu hari nanti tetap hangat bersama pasangan.









Posting Komentar

1 Komentar